Selasa, 15 Oktober 2013

KEMPING REMAJA GKI KRANGGAN

Acara kemping ini sebetulnya bukan acara yang kami rencanakan pada awalnya, tetapi karena kesulitan kami mendapatkan ticket kereta di masa liburan panjang maka kami terpaksa merubah rencana kami dari Journey Camp ke Jogjakarta menjadi Kemping di Gunung Bunder. Walau acara ini adalah acara dadakan dan Cuma pengganti tetapi pengalaman yang kami dapatkan tidak bias dilukiskan dengan kata-kata. Kami merasakan keakraban dengan teman yang selama ini kami rasa sombong dan sukanya bermain dengan kelompoknya saja, atau  teman yang kami rasa menakutkan, atau alasan lain yang membuat kami susah akrab melalui acara kemping kemarin semuanya berubah. Kami melihat teman kami dengan kacamata baru dan ini membuat kami merasa benar-benar seperti saudara. Berikut cerita detil acara kami tersebut .

Acara Kemping kami diberi tema MRT alias Menjadi Remaja Tangguh. Tema yang cukup menantang untuk kami realisasikan. Untuk beberapa teman menjadi tangguh yang konotasinya  adalah mandiri mungkin adalah suatu hal yang biasa. Tetapi buat beberapa teman yang terbiasa diantar jemput sama ortunya atau supirnya dan terbiasa untuk selalu berada di lingkungan nyaman maka kemping ini berasa seperti pengalaman baru yang enggak banget. Eit jangan terburu-buru menyimpulkan, setelah kami jalani semua teman bisa menikmati dan kita bisa bersatu, berbaur dan bergembira bersama, sepertinya kami sudah bener-bener menjadi remaja tangguh.

Acara kami dimulai dengan acara bersama di Jumat malam dengan tujuan kami semua bisa membuka diri, menulis apa saja yang kami takutkan, apa yang kami sukai dan tidak sukai dari teman kami dll dll... pokoknya di acara Jumat ini kami disiapkan untuk mengikuti acara kemping dengan kesiapan mental. Hasilnya memang luar biasa kami bisa datang Sabtu pagi dengan semangat dan tidak ada yang terlambat. Kami datang dengan semangat dan sukacita, pokoknya tidak terpikir sedikitpun kalau kami akan mengikuti acara yang BT dan enggak banget. Semua begitu antusias dan siap lahir batin mengikuti acara kemping remaja ini.

Jam 6.30  pagi kami mulai berkumpul di Gereja dan jam  7 kami mulai dengan sarapan bersama dan diakhiri dengan doa bersama untuk keselamatan perjalanan kami ke Gunung Bunder. Doa ini dibawakan oeh Ibu Megi yang juga merupakan Ibu dari teman kami Mia. Setelah berdoa maka kami memasukan tas dan bawaan kami ke mobil Kak Amsal, Brigita, Echa dan Pak Sony. Empat mobil yang ada semua penuh dengan bawaan kami dan tentunya kami sendiri. Perjalanan berlangsung dengan damai tanpa ada masalah sampai di tanjakan dari Jalan Raya Darmaga  menuju Gunung bunder yang nanjaknya aduhai itu. Mobil yang dikendarai kak Amsal mulai panas suhunya dan disini kekompakan remaja mulai diuji. Beberapa kali Pak Sony menawarkan ke kami untuk berjalan duluan ke lokasi dengan memakai mobil Pak Sony dan Pak Ridwan yang berangkat menyusul dan bertemu dengan kami pas ketika Mobil kak Amsal mulai menemui kendala naiknya temperatur mesinnya. Hanya kami tetap pada pendirian kami kalau kita berangkat bersama , susah bersama dan tiba bersama, pokoknya one for all dan all for one termasuk kesulitannya. Kendala segera berakhir dengan kekompakan kami dan hanya memakan waktu setenagh jaman dan setengah galon aqua untuk menambah air radiator.

Setiba kami di lokasi kemping jam sudah menunjukan jam 11 lebih dan kami harus segera menyiapkan makan siang, setelah sebelumnya kami dibagi menjadi 4 kelompok.  Sebelum kami mulai disibukkan dengan urusan menyiapkan masakan maka kami membuka acara kemping kami dengan ibadah pembukaan yang dipimpin Bu Dharma.

Memasak makan siang adalah pegalaman pertama buat kebanyakan dari kami untuk memasak untuk makanan kami sendiri. Biasa kami tinggal makan atau teriak ke bibi atau ortu dirumah ketika mau makan, maka sekarang kami harus bertemu dengan aneka bahan mentah untuk kami olah sebelum kami bisa memakannya. Siang itu rencananya kami akan makan nasi dan sayur sop lengkap dengan ayamnya. Makanan yang seharusnya mudah jika dimasak di dapur rumah kami, tetapi di gunung memasak ini sangat tidak mudah mulai dari harus menyiapakn kayu bakar yang menyalakannya saja tidak mudah. Kami memang membawa kompor gas hanya ternyata dengan gas portable menyebabkan api kompornya tidak bisa menyala dengan besar. Pokoknya memasak siang ini adalah perjuangan terberat untuk kami menyiapkan makanan kami. Kami memerlukan waktu lebih dari dua jam untuk menyiapkan makan siang kami dan hasilnya makanan yang kurang ok dari sisi rasa
.






Pada saat makan siang ini, Pak Sony menjadi penggoda dengan memasak mie instant dengan telor. Pak Sony yang sehari cuma makan besar satu kali memang tidak bisa menunda waktu makannya terlalu lama maka dia secara mandiri menyiapkan makan siang mie instant dengan tiga buah telornya. Makan siang Pak sony siap hanya dalam waktu 5 menit dan dia bias melanjutkan dengan membaca Koran dan istirahat siang. Pak Sony membawakan telor cukup banyak dan juga mie instant satu box + tiga tandan besar pisang yang aduhai untuk kita semua mengikuti jejaknya, hanya siang ini kami sudah membulatkan tekad untuk susah senang bersama dan kami terus siapakan masakan kami. Hanya ketika akhirnya kami gagal menyediakan makanan yang bisa kami makan tanpa harus membuat perut kami menari menerima makan siang kami dan lidah kami berkonfrontasi dengan makanan yang akan kami telan. Rasa makan siang kami terutama nasinya memang serasa menari dengan gaya bebas dan membuat kami tidak sampai hati menghabiskannya. Akhirnya beberapa dari kami mengikuti jejak Pak Sony juga dan menutup makan siang kami dengan mie instant. Pisang yang dibawa Pak Sony juga menyelamatkan kita dari kelaparan ketika menunggu masakan kita siap. Pengalaman memasak ini juga sudah membuat kebersamaan diantara kami semakin terbentuk.

Setalah makan siang maka acara dilanjutkan dengan pertandingan antara kelompok. Acara pertandingan ini berlangsung dengan penuh sukacita walau suasana  kompetisinya sangat terasa. Kami semua ingin menang dan memang pemenang hanya satu dan kami menghargai teman yang akhirnya bisa keluar sebagai pemenang. Mereka memang layak menang.




Setelah kita menyelesaikan permainan Game antar kelompok maka acara dilanjutkan dengan menikmati air terjun di dekat tenda kita sekaligus mandi sore. Ini acara yang paling mengasikan karena kita harus mandi di suhu yang sangat dingin dan dipijat dengan air terjun yang tingginya pas untuk kita menikmati pijatan anugrah Tuhan. Rasa dingin dan nikmatnya pijatan ini membuat kita serasa berada di dunia lain....pokoknya bener-bener pengalaman yang mengasikan buat kita bersama.













Setelah acara bermain air dan sekaligus mandi sore maka tantangan kami selanjutnya adalah menyiapkan makan malam. Untuk tidak mengulangi kesalahan waktu makan siang maka pada acara makan malam ini kami menyiapkan makan malam dengan bumbu rahasia yaitu memakai bumbu mie instant untuk bumbu masakan di makan malam kami. Hasilnya luar biasa semua masakan menjadi luar biasa dan rasanya pas menggoda lidah kami. Makan malam menjadi pengalaman yang menyenangkan karena kami bisa sukses menyiapkan masakan yang aduhai. Kami semua puas dan kami semua juga kenyang. Terimakasih Tuhan untuk makan malam yang luar biasa di puncak gunung dan di tempat yang dingin seperti ini.
Acara selanjutnya adalah Truth or Dare, dimana kami mengedarkan botol diiringi nyanyian gitar kak Amsa dan ketika petikan gitar berhenti kami harus memilih mau bicara jujur untuk pertanyaan dari kak Amsal dan kak Helen atau mau menerima tantangan fisik. Hampir semua teman remaja  memilih bicara jujur daripada menerima tantangan fisik, kecuali Kiki yang memilih dare dan terpaksa harus menggendong Daniel. Acara ini membuat hamper tidak ada lagi rahasia diantara kami sesama anggota persekutuan remaja.

Setalah permaianan ini selesai maka acara selanjutnya adalah api unggun dan ibadah malam yang dipimpin Pak Sony.  Bacaan Firman diambil dari  I Timotius 4:1-8. Disini kita remaja diajak untuk mau berlatih beribadah seperi yang diminta Paulus kepada Timotius di ayatnya yang ke tujuh. Kita semua juga dibukan tentang artinya menjadi murid Yesus yang harus terus berlatih.

Setelah ibadah malam selesai maka acara selanjutnya adalah acara bebas dan sebagian dari kami ada yang tidur dan tidak sedikit yang meneruskan acara bermain Truth or Dare. Sepertinya masih banyak hal yang ingin diketahui sesama teman remaja dan tidak puas dengan acara tadi sore. Acara malam ini walau hanya diikuti sebagian dari kami tapi mayoritas kami menguping dan mendengar keterbukaan teman-teman kami. Pokoknya acara malam ini membuat semakin tidak ada rahasia diantara kami.

Tidur malam menjadi acara kami selanjutnya dan karena tenda kami dekat sekali dengan air terjun maka kami bisa mendegar dengan jelas kejadian di air terjun yang ternyata cukup populer dijadikan area penggojlokan rombangan lain untuk penerimaan anggota baru mereka. Ada kelompok radio kampus dari PT di Depok, Ada Kamp Dasar kepemimpinan satu SMA di Serpong, Ada penerimaan anggota SAR dll dll. Banyak dari mereka yang salah satu acaranya adalah berenang malam hari dari jam 12 malam sampai jam 3 pagi....gile bener....untung kami tidak harus mengalami seperti mereka. Kami bersyukur walau kedinginan tetapi kami bisa tetap merasakan hangatnya api unggun dan tenda kami. Terimakasih Tuhan.

Acara pagi dimulai dengan saat teduh di masing-masing tenda, kelompok dan pribadi. Sepertinya semua kita melakukan saat teduh pagi itu dan ini merupakan awal baru yang baik untuk semua kita. Semoga budaya saat teduh dan mengutamakan TUHAN bisa terus kami bina dan jadikan budaya baru dalam kehidupan kami sehari hari.

Acara selanjutnya makan pagi dan menu pagi ini kembali mie rebus. Tetapi kembali kami merasakan masakan yang bisa kami nikmati karena kami memakai bumbu mie instant walaupun mie yang kami pakai adalah mie telor rebus dan bukan mie dari mie instant. Kombinasi yang luar biasa... mungkin sebagian kita bilang kombinasi yang aneh tetapi ini ok seali buat kami. Paling tidak  ini bukan 100% mie instant. Tentunya kami tidak melupakan pisang sebagai menu sarapan kami apalagi pisang tiga tandan itu sulit untuk diabaikan begitu saja.


Setelah selesai dengan makan pagi bersama maka ibadah pagi yang dipimpin Pak Ridwan menjadi menu yang menyegarkan jiwa kami. Firman Tuhan yang diambil dari mazmur 1:1-6 dengan penekanan di ayat 1-2 membuat kami sadar akan pentingnya Firman TUHAN. Pak Ridwan juga meminta kami bisa menyelesaikan  membaca Alkitab kami tahun ini. Semoga kami bisa yach Pak, dan kami akan berusaha dengan sungguh.


Selanjutnya acara permainan yang lebih menantang siap kami mainkan. Acaranya ok dan dalam game ini kami diminta bisa mengenal penduduk di dekat tempat kami kemping, berfoto bersama dan merasakan kebiasaan mereka ngopi dipagi hari. Kami juga diminta untuk mengenal lokasi tempat kami kemping dan segala keindahannya. Acara permaianan yang menantang dan menyenangkan.

Setelah acara permainan kami selesai maka acara selanjutnya adalah berfoto bersama dan persiapan pulang.








Tentunya kami tidak lupa berdoa bersama dan dipimpin Pak Sony untuk mendoakan keselamatan kita sampai bertemu keluarga di Jakarta.

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta maka ada kejutan yang disiapkan oleh Kak Amsal adn Kak Helen sebagai Pembina. Kami diajak makan di restaurant dengan menu sunda yang aduhai. Setelah dua hari kami makan dengan masakan buatan kami yang apa adanya dari sisi rasa kami bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika bisa merasakan masakan  sunda yang rasanya...wow.....benar-benar acara makan siang kejutan ini bisa membuat kami melupakan rasa masakan yang..... selama kami kemping. Terimakasih TUHAN....ini memang kemping pertama buat kebanyakan dari kami tetapi for sure kami ingin mengulanginya lagi secepetnya.....pokoknya kai tidak kapok kemping dan liburan tidak harus selalu sama dengan hotel dan tempat wisata yang umum....kami mau kemping lagi, bersatu dengan alam, menghargai dan menikmati ciptaan TUHAN dan membentuk kami MENJADI REMAJA TANGGUH.


Sampai bertemu di kemping mendatang teman-teman Persekutuan remaja. Tuhan memberkati kita semua. 

5 Tips Memilih Jurusan Kuliah Yang Tepat

Deciding Your Major: Finding Your Own Equilibrium of Academic Life

DECIDING YOUR MAJOR: FINDING YOUR OWN EQUILIBRIUM OF ACADEMIC LIFE

Hello everyone! 
Perkenalkan, nama saya Alicia Kosasih, but you can call me Alicia for short. Saat ini saya adalah sophomore (murid tahun kedua) di Boston University dengan jurusanFinance dan Operations & Technology Management.  Ketika saya menulis artikel ini, cuaca Boston lagi bagus-bagusnya. Musim dingin tahun ini boleh dibilang cukup hangat dan jarang banget (boleh dibilang hampir ngga pernah) turun salju. Bandingkan dengan tahun lalu dimana di waktu siang-siang bolong aja cuacanya bisa mencapai -10 derajat Celcius dan tinggi tumpukan salju yang turun mencapai lebihdari 17 inci .. astaga!
Mungkin banyak dari kalian yang bingung kenapa saya memulai tulisan ini denganrandom blabbing saya tentang musim dingin. Bagi saya, sangatlah penting untuk memilih major (jurusan) yang tepat. Ibaratnya, don’t be like seasons which always constantly changeAnd you want to have your college days bright and sunny instead of dark gloomy days like in the winter – only because you ended up picking the wrong major.
Bagi sebagian besar dari kita, menentukan jurusan mungkin jadi salah satu keputusan terbesar yang harus kita buat ketika kita akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, baik itu langsung masuk ke Universitas atau menempuh jalur 2+2 di Community College.  In my perspective, jurusan yang nantinya akan kita tekuni itu akan menjadi suatu framework yang akan mengubah hidup kita secara keseluruhan. Seiring kamu menekuni suatu bidang, banyak hal yang akan berubah,. Mulai dari cara pandang kamu melihat dan memecahkan suatu masalah, networks yang akan kamu bangun seiring kuliah, level of exposure terhadap suatu bidang yang harus kamu hadapi setiap hari, bahkan bagaimana kamu akan mengisi sebagian dari waktu luangmu! Di artikel ini, saya akan berusaha share apa saja faktor-faktor yang harus kita pertimbangkan saat memilih jurusan dan juga apa yang bisa kamu lakukan setelah kamu udah menentukan pilihan. So…here we go!
1.     How can I decide my major?
If I can only answer this question in three words, my answer will be: Know yourself better.
Saya sepenuhnya percaya bahwa hanya diri kita yang paling mengerti apa yang terbaik buat kita. Disini, I think this will be a good time for me to reveal a bit more about myself. Ketika saya diterima di Boston University, Finance dan Operations & Technology Management bukanlah jurusan pilihan awal saya. Can anyone guess what was my initial choice was? Hampir semua teman-teman yang baru saya temui di Boston ngga pernah menyangka kalau dulunya saya adalah murid jurusan…Biochemistry. Ya, Biochemistry. Sangat berbeda kan sama bidang yang saya tekuni sekarang? Ketika saya memutuskan untuk beralih jurusan di tengah semester kedua, saya tahu bahwa itu merupakan salah satu keputusan terbesar yang pernah saya ambil. Sebuah pilihan yang akhirnya berhasil saya buat setelah mempertimbangkan banyak sekali hal. Namun, saya sama sekali tidak merasa menyesal dengan apa yang telah saya putuskan. Saya belajar dari pengalaman bahwa mampu mengenali what you actually want to do in future years is crucially essential for your future Here, it is no secret that switching majors are common practices among college students. Tapi saya merasa akan lebih baik kalau kamu memang udah mantap dengan pilihannya sejak awal, sehingga kamu bisa menyusun rencana-rencana yang akan kamu lakukan selama kuliah.
Lantas apa saja faktor yang harus kamu pertimbangkan ketika akan memilih jurusan? Bagi saya, ada lima faktor utama yang tidak boleh ditinggalkan ketika kamu akan membuat keputusan: Passion, Talent, Motivation, Personal Values, and Future ExpectationsLet’s go through each one of them briefly, shall we?
  • Passion
Menurut saya, passion adalah salah satu faktor yang paling penting ketika kita mau memilih suatu jurusan. Bayangkan kalau kamu harus stuck menekuni jurusan yang sama sekali tidak kamu sukai selama empat tahun! Isn’t that a torture? Tentunya itu bukan sesuatu yang mau kamu alami di masa-masa kuliah. Your four years of college should be the times when you shape your identity, integrity, and perspectives on world issues. Waktu kuliah akan sama sekali jadi ngga menarik kalau kamu melakukannya karena terpaksa.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang bisa kamu jadikan sebagai checklist. Bukan hal yang mudah, memang, untuk menentukan satu jurusan yang bisaaccommodate all our wishes, tapi semoga beberapa pertanyaan ini bisa membantu kamu:
       – Kegiatan apa yang menarik bagi kamu untuk berpartisipasi di dalamnya?
Sama halnya seperti kebanyakan Universitas di Indonesia, semua perguruan tinggi di Amerika punya beragam gerakan mahasiswa di lingkungan kampusnya. Di kampus saya, Boston University, ada lebih dari lima ratus (ya, lima ratus!) student organizations and movements yang bisa kamu ikuti. Jangan takut kalau kamu merasa pilihan jurusan kamu tergolong eksentrik, seperti misalnya criminal justice, entomology, atau public policy. Salah satu keunggulan pendidikan di Amerika menurut saya is its limitless choice of majors.  Apapun jurusan yang muncul di pikiran kamu, biasanya pasti akan ada universitas disini yang menyelenggarakan program seperti itu. Budaya student organizations di Amerika juga sangat kuat, dan biasanya mereka punya peranan yang penting dalam membangun koneksi juga pengetahuan berdasarkan major yang kamu geluti.
       – Ketika kamu nonton TV, baca majalah, atau bolak-balik artikel di koran, artikel apa yang paling menarik buatmu?
This is no joke. Hobi baca berita tentang celebs or juicy gossips bisa dipandang dari sisi positif loh! Entertainment aside, bisa saja itu artinya kamu tertarik di bidang pertelevisian dan jurnalistik. Seperti yang saya gambarkan sebelumnya, U.S. Education System has every single major you can ever think of. Salah satu program paling populer di kampus saya adalah jurnalisme dan pertelevisian – dan tentunya kita tahu bahwa Amerika punya salah satu pusat industri perfilman termaju di dunia. Buat saya, salah satu cara paling gampang mengenali interest kita adalah berita apa yang pertama kali kita buka ketika kita lagi browsing for news, regardless of whether it is on the web, TV, radio, magazines, or papers.  This might be a good way to start identifying your personal interest in a specific major.
       – Apa kamu tipe orang yang suka bekerja sendiri atau suka bekerja dalam kelompok?
Apa kamu merasa kamu lebih nyaman bekerja sendiri, atau kamu suka bekerja sama kelompok dan terlibat dalam banyak team projects? Tentunya hal ini bergantung banget sama each person’s personality. Sama seperti di Indonesia, business, hospitality, and communication majors do massive amount of teamwork assignmentsdan pure science majors such as Physics, Biology, or Chemistry lebih banyak menekankan ke pemahaman teori. Atau mungkin kamu suka menghabiskan waktu melakukan banyak eksperimen di lab? If that is the case, biomedical engineering, electrical engineering, biochemistry, or food science might suit you well. Saya rasa faktor ini juga cukup penting, karena semakin tinggi level kelas yang harus diambil nantinya, semakin spesifik apa saja deliverables yang harus kamu selesaikan in order to pass the course. Kamu bakal banyak encounter projects, researches and group assignments, which means you’ll spend most time either working alone or in groups.
       – Apa pelajaran favoritmu di SMA?
This is definitely the easiest parameter for everyone. Nah, mungkin disini waktunya buat saya untuk share soal breaking the stereotype. Mungkin banyak dari kita yang berpikir kalau SMA-nya masuk jurusan IPA, waktu kuliah harus ambil jurusan yang berbau IPA, and IPS-wise. Dulu saya termasuk dalam orang-orang yang percaya ke kategori ini. That is not a rule! Realitanya, banyak kok mereka-mereka yang memilih jurusan yang sama sekali berbeda dengan apa yang mereka pelajari pas SMA. IPA people doing business majors are a classic example. Bahkan, sepupu saya dulunya merupakan lulusan Jurnalistik ketika ia selesai dengan undergraduate studiesnya.Guess what she did for her masters? Ahli anestesi. Terdengar ajaib ya. She gave me a real life example that as long you have the determination to do whatever you want, nothing is impossible. Jadi, jangan memandang IPA-IPS sebagai ‘patokan harga mati’ yang nantinya membatasi pilihan jurusan kamu. Still, it is a good question to help you decide.
       – What does your dream job look like?
Tentunya semua orang punya ekspektasi ideal tentang dream jobnya. Nah, impian kamu ini bisa kamu jadikan sebagai motivasi dalam memilih jurusan. Isn’t it fun when you do things that might lead you to achieve your dream?
  • Talent
Coba kamu nilai dirimu sendiri dalam hal performance dan prestasi di sekolah. As you might have known, college level courses will give you lots of assignments and readings due, jadi pastinya kamu juga harus lebih bisa me-manage waktu dan kemampuan kamu supaya nggak ada tugas yang keteteran. Try asking yourself, hal apa aja yang udah kamu berhasil lakukan di sekolah, baik itu dari sisi akademis maupun non-akademis seperti OSIS, jadi event organizer untuk sports competition,ketua dari fund raising project, atau misalnya pernah menjabat jadi ketua klub di sekolah kamu. Penghargaan apa yang pernah kamu raih, dan di bidang apa? Apa kamu merasa kamu lebih baik dalam mengerjakan suatu bidang, seperti misalnya mendesain eksperimen, solve numerical problems, mendesain softwares and applications, meliput berita, membangun small businesses, atau communicating with other people? Selain itu, kebiasaan kamu belajar juga boleh jadi bahan pertimbangan. Apa kamu tipe yang lebih suka keluar dan berkomunikasi dengan orang lain atau sanggup duduk berjam-jam dan menyelesaikan assignments sendiri? Biarpun kesannya hal-hal ini kurang ada kaitan dengan memilih jurusan, sebenarnya menurut saya ini juga lumayan penting. It is undeniable that people in general will perform better in a specific field if they have a talent in it (with a dash of motivation and passion, of course.)
  • Motivation
In my perspective, motivation is one of the driving forces of life. Sulit rasanya buat saya kalau disuruh membayangkan kuliah tanpa motivasi, tanpa tujuan, tanpa arah yang jelas setelah lulus kita mau apa. Selama ini saya sempet ketemu beberapa teman disini yang hampir setiap hari mengeluh mereka udah nggak punya motivasi lagi untuk kuliah. Alasannya sederhana: mereka merasa salah pilih jurusan. You will not ever, ever want that to happen. Ketika kamu berhasil membuat beberapa nominasi jurusan yang kamu minati, coba kamu bertanya pada diri sendiri: apa yang memotivasi kamu untuk memilih jurusan itu? Apakah pilihan kamu murni didasari oleh minat, bakat, dan personal values kamu? Atau kamu memilih jurusan itu hanya semata-mata tekanan dari orang tua atau teman-teman sekitar? Tentunya kamu pasti pernah mendengar orang-orang yang akhirnya end up di jurusan yang kurang mereka sukai, hanya karena sebagian besar teman-teman dekatnya memutuskan mau mendalami jurusan itu.
Second, kadang-kadang alasan kita memilih satu jurusan itu is simply based on public opinion that this major you’re considering is the “right” thing to do. Menanggapi pemikiran ini, mungkin saya akan counter dengan jawaban, “apa yang menurut sebagian besar orang benar, belum tentu itu pas dengan apa yang sebenarnya saya mau dan butuh, kan?” it all goes back to knowing yourself better. One thing to keep in mind though, motivasi menurut saya adalah salah satu faktor terpenting yang harus kamu pikirkan. Kamu harus yakin dan bisa pastikan bahwa motivasi itu bakal tetap menyala selama kamu melewati empat tahun menggeluti bidang tersebut.
  • Personal Values
Now let’s think about some values and principles that are guiding your life and orchestrates the way you see the world. Disini, mungkin konsep yang mau saya sharebakal lebih gampang kalau langsung digambarkan dengan contoh. For example, take Environmental Science. Buat saya, contoh ini menarik karena bidang ini adalah salah satu bidang yang banyak menggabungkan ilmu eksakta dan moral values dalam analisisnya. When we were discussing on issues of development, the concept of urbanization came up. In order for an urban area to expand and grow, some lands and trees need to be sacrificed so buildings can be constructed. Jika kamu diberi dua pilihan antara menghilangkan daerah hijau supaya pembangunan bisa terus maju atau mempertahankan lahan alami tersebut, mana yang akan kamu pilih? Bagi sebagian orang, mungkin bagi mereka urbanisasi lebih penting, dan mereka ngga keberatan kalau pohon-pohon ditebang semua. Akan tetapi, ada pihak yang lebih mementingkan adanya lahan hijau. Believe it or not, personal values juga punya peranan penting ketika kamu nanti terjun ke suatu jurusan. Apa yang menurut kamu adalah benar, bisa jadi sebaliknya di beberapa jurusan. Tentunya bakal sulit bagi kita untuk menjalani suatu jurusan yang nilai-nilainya kurang sesuai dengan personality  & personal values kita. Try to make your personal values match with the requirements and outcomes of your potential major (and future career as well.)
  • Future Expectations (& Realities)
Buat saya, mencari keseimbangan di faktor ini yang paling sulit. And this is simply because it is often when we found a balance between motivation, talent, and passion, reality tends to move in an opposite direction. I have three classic examples for this.Pertama, ada dari kita yang sangat tertarik sama suatu major, tapi dia sadar bahwa kemampuannya kurang cocok untuk mendalami bidang itu. Kedua, ada lagi orang-orang yang sebenarnya punya kemampuan yg cukup di suatu bidang, tapi mereka nggak begitu tertarik untuk ambil major tersebut.  Dan yang ketiga, ada kasus dimana seseorang punya kemampuan dan minat, tapi mereka tahu bahwa kesempatan untuk berkarir di bidang ini (and earn sufficient amount of money) sangat tipis, khususnya di Indonesia setelah ia pulang dari Amerika. To be honest, this is still a puzzle I’m trying to solve. Buat yang satu ini, mungkin bahan pertimbangan terbaik adalah bagaimana kamu membayangkan masa depanmu sendiri. Apa kamu akan kembali ke Indonesia setelah kamu lulus, atau kamu berencana stay di Amerika, atau kamu ingin menempuh karir di negara lain? Setiap negara biasanya punya employment chance and preferences yang cukup spesifik.  Oleh karena itu, apa rencana kamu di masa depan bisa dijadikan hal penyeimbang dengan keputusan kamu terhadap a certain major.
2.     I’ve made my decision! (…or maybe not.) What can I do next?
Kalau kamu akhirnya berhasil come up with one major or two of your choice, hal termudah pertama yang bisa kamu lakukan adalah browse universities atau collegesyang bisa mengakomodasi pilihan kamu. Google-ing for information is a good way to start, selain bertanya ke senior atau teman-teman yang tahu uni/college apa menyediakan jurusan apa. Biasanya ketika kamu apply, kamu akan punya opsi untuk segera menyatakan (declaremajor kamu atau opsi undecided (belum memutuskan). Bagi saya, gunakan opsi yang kedua hanya jika kamu benar-benar have no idea of what to do.
Sebenarnya ada keuntungan kalau kamu sampai akhirnya memilih undecided.Positifnya, kamu diberi kebebasan selama 2 tahun pertama untuk mengeksplor berbagai macam pelajaran yang nantinya akan masuk sebagai elective requirementskamu (saya yakin pasti nanti bakal ada contributor lain yang membahas sistemgrading & course requirements di Amerika). Negatifnya, terkadang kebebasan yang kamu pegang ini bisa jadi temptation untuk hilang fokus dan akhirnya sulit saat kamu harus menentukan jurusan. Biarpun kebanyakan “pelajaran resmi” dari jurusan kamu kebanyakan dimulai dari akhir tahun kedua, hampir semua jurusan pasti mewajibkan kamu mengambil semacam introductory course sebelum kamu enroll ke mata kuliah yang levelnya lebih tinggi. Kalau kamu mengambil bermacam-macam elective tanpaframework yang jelas, hal yang paling ditakutkan adalah pada saat nantinya kamu harus menentukan jurusan, bakal sulit bagi kamu karena banyak pelajaran wajib yang seharusnya kamu ambil, tapi belum kamu pelajari. Which means you will eventually spend more semesters catching up mandatory courses, and that indirectly translates to more money spent, and more time spent.
It is still possible for you to change majors before you hit junior (third) year, tapi menurut saya ada baiknya kamu tidak sampai harus mengambil keputusan seperti itu. Di awal artikel ini, I admitted that I indeed switched my major on the second semester, dari Biochemistry ke Finance dan Operations & Technology Management.Konsekuensi yang harus saya terima adalah semua Biology & Chemistry courses yang dulunya merupakan required courses untuk Biochem major, dialihkan menjadielective requirements untuk Business major. Secara hitungan minimum credits, sebenarnya saya ngga dirugikan sama sekali karena ngga ada satu courses pun yang mubazir. Tapi, saya harus mengambil beberapa required introductory coursessupaya saya bisa pindah ke School of Management dan ambil higher level business coursesAs a result, saya tertinggal satu semester dari rekan-rekan saya yang sudah mantap memilih business majors sejak semester pertama mereka.
Deciding your major is easy if you set a specific goal and you’re willing to make it happen. Find that perfect balance between passion, motivation, talent, personal values, & future expectations. You’re the only one who knows you best. Pick the right major, love it with all your will, and enjoy your fours years of college experience!

I’m absolutely open to comments and questions. Kalau kamu punya kritik apapun atau pertanyaan soal memilih jurusan, silahkan jot something down on the comment box!I’ll try my best to help and improve on my future articles. Semoga artikel ini berguna buat siapapun yang udah meluangkan waktu buat membacanya. Thanks, and until next time! – Alicia


===========================================
Alicia Kosasih is currently a BSBA candidate at Boston University majoring in Operations & Technology Management and Environmental Science & Public Policy. In 2009, her research in ecology titled "Saccharomyces sp.: A Bioremedy For Oil Pollution" was awarded a Gold Medal at The 16th International Conference of Young Scientists in Pszczyna, Poland. Both an adventurous foodie and aspired cake decorator; she possesses constant passion in Six Sigma & Quality Control, Culinary Arts, and Sustainable Development. She is also the owner of Serviette Sugar Workshop, a decorative cakes online business.

KESAKSIAN Fabia Tampubolon anak SMA Kristen Tunas Bangsa


Rabu, 19 Juni 2013 - 10:46:40 WIB 
Cerita ini diambil dari web SMA Kristen Tunas Bangsa di http://tunasbangsakpg.com/berita-143-kesaksian-fabia-tampubolon-anak-sma-kristen-tunas-bangsa.html. Kami merasa tertarik karena dalam cerita ini anak SMA bisa diajak untuk terlibat sebagai pelayan dalam ibadah rumah tangga di beberapa rayon atau wilayah kalau di GKI. Mereka mampu untuk menjadi pembicara/pengkotbah, pendoa syafaat, pemimpin pujian dan tugas lainnya.

Mereka juga mampu menjadi pemimpin saat teduh/PA rutin di sekolahnya setiap minggu. Kami juga rindu anak remaja gereja kami akan mampu menjadi pelayan dan tidak hanya dilayani. Mereka adalah pemimpin masa depan gereja dan mereka harus mulai belajar menjadi pemimpin mulai dari sekarang.

Semoga kesaksian dibawah ini bisa memotivasi teman-teman remaja GKI Kranggan untuk lebih sungguh melayani Tuhan.


Syaloom sekolahku tercinta! Saya ingin berbagi sedikit cerita nih, tentang luarbiasanya dampak positif yang saya terima sejak saya bersekolah di Sekolah Komunitas Kristen Tunas Bangsa.
Jadi begini, saya sekarang sedang praktek katekisasi. Kami anak-anak katekisasi ini dibagi menjadi beberapa group. Dan dalam satu group terdapat masing-masing tiga orang anak di dalamnya. Tugasnya adalah per-group melayani di setiap ibadah rumah tangga di beberapa rayon. Ada yang menjadi pengkhotbah, pendoa syafaat dan pemimpin pujian. Tugas-tugas tersebut dirolling dan harus kami laksanakan dalam 2 minggu. Jujur saya takut dan malu, tetapi itu merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan.

Hari ke-1 saya memimpin pujian, semuanya berjalan baik. Pada hari ke-2 sebenarnya giliran saya untuk memimpin doa syafaat tetapi karena takut, saya minta change ke salah satu teman saya. Saya minta dia yang berdoa syafaat dan saya memimpin pujian lagi. Untunglah dia setuju dan semuanya berjalan semakin baik. Tapi masih ada tugas yang begitu membebani saya, yaitu giliran untuk mengkhotbah dan berdoa syafaat ( tugas saya menjadi 2 karena salah satu teman di kelompok saya berangkat ke Cirebon dan dalam kelompok itu saya adalah leadernya, jadi saya yang mengambil alih tugas teman saya yaitu menjadi pendoa syafaat ). Beberapa hari sebelumnya saya kepikiran dan takut. Saya adalah typical yang kurang percaya diri tampil di depan banyak orang. Hingga akhirnya hari yang saya takutkan itu tiba, yaitu kemarin. Kemarin saya melayani di ibadah rumah tangga di rayon IV sebagai pengkhotbah dan pendoa syafaat. Saya coba berdoa dalam hati, menenangkan diri dan meyakinkan diri bahwa saya bisa. Di tengah-tengah itu saya ingat, satu kali dalam seminggu saya selalu memimpin saat teduh di sekolah. Itulah yang menguatkan saya. Dan ya, saya bisa. Dan luarbiasanya lagi adalah they gave me those good compliments. Bahkan ada satu orang Bapak yang bilang seperti ini, " Ternyata nona masih SMA. Saya pikir nona ini mahasiswa dari fakultas Theologia."

Hahaha, Puji Tuhan saya sangat bangga. Dan itu semua saya persembahkan untuk kemuliaan Tuhan. Ia tidak pernah membiarkan anak-Nya dipermalukan di depan banyak orang. Dan tidak lupa, itu semua juga dampak dari kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan di Sekolah Komunitas Kristen Tunas Bangsa. Setiap pagi kami siswa-siswi beserta guru selalu bersaat teduh, sehingga outputnya adalah kami bisa juga melayani di luar sekolah. Trimakasih Tunas Bangsa! Terus maju dan hasilkan buah-buah Kristus more and most.

Sekian cerita saya, semoga dapat menjadi motivasi bagi saudara-saudariku semua. JESUS BLESS!

Minggu, 13 Oktober 2013

JAWABAN DOA DAN SIKAP KITA



Gambar ini menceritakan tentang peristiwa Yesus menyembuhkan 10 orang yang terkena kusta di Lukas 17:1-9 dan hanya satu orang yang kembali  untuk mengucapkan terimakasih dan memuliakan ALLAH. Satu orang samaria yang di jaman Yesus dikenal sebagai bangsa yang tidak mengenal Allah adalah satu-satunya orang yang kembali. Sementara 9 orang lainnya merasa tidak perlu untuk kembali.

Kita sebagai remaja Kristen mungkin juga pernah merasakan jawaban doa , tetapi apakah kita pernah mengucapkan terimakasih ? atau malah kita tidak sadar kalau doa kita sudah dijawab. 

Dalam banyak kejadian di kehidupan keseharian sebagai remaja, yang paling sering kita alami bukanlah kita tidak mau mengucapkan terimakasih pada TUHAN karena doa kita dijawab. Tetapi kita lupa kalau kita pernah berdoa , karena kebanyakan remaja suka menganggan sepele banyak hal sehingga kita lupa mencatat doa –doa  baik dalam memori  ingatan-nya maupun dalam buku harian  (jika ada yang punya kebiasaan menulis  buku harian).   Karena kita berdoa sambil lalu saja maka ketika TUHAN menjawabnya,  kita lupa berterimakasih dan mengucap syukur untuk jawaban doa tersebut.

Mencatat doa-doa juga bisa membuat kita  semakin dekat dengan TUHAN karena jawaban doa itu bisa menjadi bukti kalau TUHAN kita hidup dan sangat mengasihi kita serta sangat dekat dengan kita. Jawaban doa juga bisa membuat kita semakin tenang, damai sejahtera, penuh sukacita dan percaya diri dalam menjalani kehidupan yang semakin berat ini karena kita tahu pasti TUHAN yang maha kuasa selalu ada didekat kita.

Semoga semua teman Remaja bisa menikmati indahnya hidup dalam dan bersama TUHAN kita yang sangat baik, mengasihi dan memperhatikan kita.

KESAKSIAN ROBBY SUGARA

Tulisan ini kami posting bukan dengan maksud remaja mencontoh kehidupan Robby Sugara, karena kita tidak tahu berapa lama kita hidup dan kita harus bertobat ketika TUHAN panggil kita tanpa harus menunggu tua terlebih dahulu.

Tulisan ini kami posting karena pada saat kejadian anak-anak Roby sugara masih kecil dan puncak masalahnya ketika mereka mungkin seusia rata-rata remaja saat ini. Anak-anak itu mengambil inisiatif untuk tekun berdoa untuk mendoakan pertobatan Papanya dan kekuatan untuk mama dan mereka semua dalam menjalani hidup yang sangat berat buat mereka. Pilihan yang dimulai dengan si sulung dan kemudian diikuti adik dan mamanya ini akhirnya bisa membuahkan PEMULIHAN buat keluarga itu.

Mungkin saat ini ada teman Remaja yang punya masalah cukup berat, pilihan yang diambil anak-anak Robby Sugara ini adalah alternatif bagus yang bisa diambil kita semua dalam menghadapi masalah keluarga kita masing-masing. TETAP DALAM TUHAN dan MENGANDALKAN TUHAN severat apapun maslahnya terbukti tidak mengecewakan, walau mereka harus menunggu lama untuk mendengar jawaban TUHAN.

Semoga kesaksian ini bisa menguatkan iman kita bersama dalam menjalani kehidupan yang semakin berat.

Saya ambil dari website : http://kesaksian-kristen.blogspot.com/2008/11/kesaksian-robby-sugara.html.



Robby Sugara (58) sempat menelantarkan keluarganya selama 14 tahun. Ia kembali berkat doa yang tak putus dari anak-anaknya
Robert Kaihena yang kemudian kita kenal dengan Robby Sugara berlimpah kasih sayang dari kedua orangtuanya, Matias Kaihena dan Inem. Kendati dibesarkan di negeri Belanda, Robby tidak mengenal kehidupan bebas. ”Mereka menjaga saya seperti anak perempuan. Saya ini kurang pergaulan, tahunya hanya rumah. Nggak pernah ke mana-mana,” kenang Robby yang hidup dalam keluarga harmonis itu.
PRIA ALIM

Saat kembali ke Jakarta, 1968, Robby adalah remaja alim yang hidupnya lu-rus. Setelah menyelesaikan pendidikan di STM Poncol, tahun 1970, ia bekerja sebagai pelayan restoran di sebuah hotel berbintang. Kariernya dimulai dari bawah, sebagai tukang nge-lap piring. Pelan-pelan, kariernya menan-jak hingga menjadi manajer restoran.Tak jauh dari hotel berbintang itu, Bertha Iriani Mariana tinggal bersama keluarganya. Gadis cantik peranakan Papua dan China itu memikat hati Robby. ”Kami kenal lewat teman. Lalu pacaran, sempat putus nyambung beberapa kali. Akhirnya tahun 1974, kami menikah,” kisahnya. Setahun menikah, lahir Ella Inggrid Maria, buah cinta mereka. Tahun itu pula, Robby mulai masuk dunia film. Berawal dari film Rahasia Perawan (1975), karier peranakan Belanda-Jawa dan Ambon di dunia hiburan melesat pesat.

MASUK DUNIA FILM

1975 hingga 1983 adalah masa kejayaan Robby. Para gadis menyanjungnya. Para ibu mengaguminya. Produser pun mencintainya. Hampir semua film yang dibintanginya laris manis. Sebutlah di antaranya dr. Karmila, Kabut Sutra Ungu, Anna Maria, Romantika Remaja, dan masih banyak lagi. Pria Brisk itu telah memikat insan di seluruh negeri. Ber-sama Roy Marten, Doris Callebout, Yati Oktavia, Yenny Rahman, ia menjadi The Big 5, ikon film nasional kala itu. Popularitas membuat hidup Robby menjadi lebih mudah. Semuanya berubah drastis. Yang dulunya hidup pas-pasan, uang di kantong hanya cukup untuk naik bis, jadi berlimpah harta. Yang sebelumnya kuper jadi gaul abis. Ia bagaikan burung yang lepas dari sangkarnya. Bebas dan lepas. Mulailah, ia mencicipi pergaulan bebas yang tak pernah dirambahnya. Disko dan pesta jadi menu hariannya. Foya-foya jadi bagian kehidupan barunya.Namun, kemakmuran itu tak berumur lama. 1983, saat perfilman nasional mulai mundur, bintang Robby pun meredup. Order main film sepi. Bahkan tak ada sama sekali. Robby kehilangan pegangan. Tabungannya menipis. Sementara, di rumah ada isteri dan ketujuh anak mereka yang bergantung penuh pada Robby.

BANGKRUT

Menghadapi kondisi krisis ini, Robby dan Etha, justru tak berjalan beriring. Pertengkaran kerap terjadi. Kondisi mereka memburuk. Perusahaan yang didirikan Robby bersama sang rekan, morat-marit. Nyaris bangkrut. Untuk ”menyelamatkan” usaha mereka, sang rekan mengambil jalan pintas. Ia memin-ta Robby mendekati seorang pengusaha perempuan yang dekat dengan penguasa, kala itu. Harapannya, perempuan itu bisa menolong usaha mereka.MINGGATBerawal dari urusan bisnis, hubungan Robby dengan perempuan itu, sebut saja Tita, merembet ke hubungan pribadi. Robby kerap curhat masalah keluarganya pada Tita. Bagai mendapat umpan, Tita yang saat itu terpikat dengan ketampanan Robby, berusaha menjadi penolong. Akhirnya, mereka jatuh cinta. Etha tak berdaya. Ibarat perangko dengan amplopnya, mereka sudah lengket. Sulit dipisahkan.Menjalin hubungan dengan Tita, Robby bagaikan menemukan oase atas kerontang hidupnya. Meski sebenarnya, itu hanyalah oase semu. Kewajiban menghidupi isteri dan tujuh anak adalah beban berat bagi Robby. Bersama Tita, Robby melihat masa depan cerah. Tahun 1984, Robby mengambil keputusan fatal. Ia meninggalkan Etha bersama ketujuh anak mereka yang masih kecil. Si sulung Ella, berusia 11 tahun. Sementara Juan, si bungsu masih 9 bulan. ”Saya benar-benar pengecut. Saya tinggalkan keluarga, tanpa harta sepeser pun. Saya pergi menyelamatkan diri sendiri,” katanya sendu. Bersama Tita, ia menghilang dari Jakarta. Menuju ujung bumi Jawa Barat. Mereka membangun kehidupan baru di pinggir laut Selat Sunda. Benar dugaan Robby, hidupnya bersama Tita berkelimpahan. Dalam waktu singkat, bisnis yang mereka rintis berkembang cepat. ”Kami membangun tempat penginapan indah di pinggir pantai. Tempat itu sering digunakan untuk kegiatan rohani seperti retreat dan doa semalam suntuk. Itu seakan membuktikan bahwa saya di jalan yang ”benar”,” kisah pria kelahiran Malang, 20 Juli 1950 itu. Robby bagai hidup di dunia mimpi. Kekayaan begitu mudah meng-hampirinya. Bersama Tita, tiga bulan sekali Robby melancong ke Eropa. Robby melupakan keluarga.

KELUARGA MENDERITA
Sementara Robby hidup bagai raja, keluarganya hidup di ujung jurang. Sepeninggal Robby, Etha merasa seakan langit runtuh menimpanya. Betapa tidak, tak hanya ditinggalkan suami, Etha juga dikucilkan keluarga besarnya. ”Papa saya marah besar, lalu memberi pilihan berat, Bawa ketujuh anakmu biar Robby yang urus dan kamu kembali ke keluarga. Kalau tidak, keluarga besar ga mau tahu urusan kamu dan anak,”’ kisah perem-puan kelahiran 27 Mei 1953 itu.Pilihan yang amat berat. Namun, Etha memilih mempertahankan anak-anaknya. ”Bagi saya, anak-anak bukanlah hanya hasil hubungan suami isteri. Mereka adalah titipan Tuhan. Saya harus menjaga betul kepercayaan Tuhan ini,” tutur Etha tegas. Jadilah, episode pedih, kehidupan Etha ber-sama anak-anaknya dimulai.Etha tak mau lama-lama berkubang dalam kesedihan. Baginya, nasib tak perlu diratapi. Masalah harus segera diha-dapi. Di depannya ada tujuh anak yang harus dihidupi. Ia segera bergerak. “Awalnya saya tidak tahu harus memulai dari mana. Karena saya adalah ibu rumah tangga lulusan SMA yang tak punya keahlian khu-sus. Tapi, saya punya punya prinsip: apa yang orang bisa pasti saya bisa,” ujar perempuan yang besar di Papua itu.Ia tanggalkan gengsi sebagai isteri mantan artis terkenal. Ia datangi teman-teman untuk menawarkan jasanya. Entah itu mengurus paspor, SIM, perpanjangan STNK, dll. Tak hanya itu, ia juga masih sempat membuat dan berjualan kue. Menjual baju dengan cara kredit pun dilakoninya. Prinsipnya, ia harus bergerak demi anak-anak. Hasil yang ia dapatkan sehari harus bisa mencukupi kebutuhan selama tiga hari.

ANAK-ANAK STRES
Pagi-pagi, pukul 06.00 ia sudah keluar rumah. Baru pulang menjelang maghrib. Anak-anak di rumah diasuh oleh pembantu yang ikut mereka tanpa dibayar. Berkat kegigihannya, anak-anak tidak pernah kekurangan makan. Namun, mereka punya tunggakan uang sekolah dan tagihan listrik selama beberapa tahun.Tak hanya masalah ekonomi, Etha pun dihadapkan pada masalah psikologis anak-anaknya. Kepergian sang ayah, menorehkan luka mendalam pada hati mereka. Etha sering dipanggil ke sekolah lantaran anak-anak sering memperlihatkan perilaku ganjil. Suatu saat, Etha diminta datang ke sekolah Cilla, anak ketiganya saat istirahat pagi. Waktu itu, usia Cilla masih 9 tahun. Di saat teman-temannya berlarian dan tertawa riang, Etha mendapati Cilla tengah bengong. Pandangannya kosong. Sementara, Ella, si sulung sering kejang jika kangen dengan ayahnya. “Anak saya yang pertama hingga keempat yang saat itu berusia 7 tahun sudah terkena imbas dari kehancuran rumah tangga kami,” tutur Etha pedih.

Melihat anak-anak menderita, Etha pun mengambil keputusan. di hadapan mereka, Etha berjanji, “tidak ada bapak kedua di rumah ini. kecuali Bapak robby yang kita tunggu pulang.” rupanya, kata-kata itu menguatkan anak-anak. Mereka masih punya harapan, suatu saat akan bertemu dengan sang papa.

Anak-anak Cinta Tuhan
Sebagai manusia biasa, Etha sadar. Ia tak mungkin mampu mengatasi problem psikologis yang dihadapi anak-anaknya seorang diri. Apalagi Etha melihat kenyataan di sekelilingnya. Anak-anak dari keluarga broken home kehidupannya juga hancur kecanduan narkoba dan seks bebas. Ia tak mau anak-anaknya akan mengalami hal yang sama. Maka, ia membawa anak-anak dekat dengan Tuhan. Jadilah ketujuh anak Etha, akrab dengan kehidupan gereja sejak mereka kecil. “Saya tidak mau anak saya lepas dari tangan Tuhan. Ngeri rasanya,” katanya begidik. Keputusan itu memang tepat. Anak-anaknya bertumbuh dalam rohani. Suatu kali, si sulung meminjam satu kamar di rumah mereka. Awalnya, Etha tak tahu apa yang mereka lakukan di dalam sana. Hingga suatu hari, ia mencoba mengintip dari jendela. Ia melihat tiga anaknya sedang memasang lilin di lantai. Setelah itu mereka bergabung dengan empat saudaranya yang lain, duduk bersila di lantai. Diterangi oleh sinar lilin (karena nunggak bayar selama dua tahun, listrik dicabut), mereka bergandengan tangan dan melantunkan pujian dan penyembahan pada Tuhan. Ketujuh anak itu bersatu hati, berdoa pada Tuhan. Sebelum mereka meminta sesuatu pada Tuhan, mereka berdoa, “Tuhan kami mengampuni papa kami, karena dia tidak tahu apa yang dia lakukan. Tuhan kami juga mengampuni perempuan yang mengambil papa kami. Beri suami lain supaya papa kami bisa pulang.” Tubuh Etha bergetar. Ada rasa haru bercampur syukur dan bahagia. Ia bangga melihat anak-anaknya tumbuh dalam Tuhan.

SEMPAT TERGODA
Kendati sudah bekerja keras membanting tulang, kondisi ekonomi keluarga mereka tak kunjung membaik. Kebutuhan makin meningkat,sementara uang makin susah didapat. Etha mulai putar otak. Ia ingin mendapatkan uang dengan cara mudah. Mungkinkah? Ah, ia melihat dirinya di cermin. Di sana ada sosok perempuan muda yang punya daya tarik kuat. Kendati dari rahimnya sudah lahir tujuh anak, perempuan itu tetap cantik dan menarik. “Jika lu butuh uang, telpon gue. Gue akan carikan lu kerjaan,” terngiang kembali ucapan sang teman beberapa waktu lalu. Etha tahu persis pekerjaan yang dimaksud sang teman. Rasanya, tak sudi ia menjalaninya. Tapi, ia harus berhadapan dengan kenyataan. Ia butuh uang untuk menghidupi anakanaknya. Etha melangkah ke telepon umum. Tangannya memutar sejumlah nomor. “Aku butuh pekerjaan, tolong carikan aku bos ya,” katanya gemetar. Etha sadar, ia tengah menjerumuskan dirinya sendiri. Namun, tak ada pilihan lain. Malam itu, Etha gelisah. Batinnya berperang. Sebagian melarang ia melakukan itu. “Kau ini tak punya harga diri!”. Sebagian lain, mendukungnya. “Ayolah, ini kesempatan bagus. Anak-anakmu butuh uang.” Pagi datang. Saat hendak bangun, ia mendapati kasur penuh dengan darah. Etha mengalami pendarahan hebat. Suatu hal langka yang tak pernah dialami sebelumnya. “Kalau pun saya menstruasi biasa gak gitu-gitu amat,” kenangnya. Ia lalu menelpon temannya, menceritakan kejadian itu. “Ah, lu stres aja kali,” begitu komentar sang teman. Maka, janji hari itu pun batal. Sebulan kemudian Etha kembali meminta pekerjaan pada sang teman. Namun, kejadian itu terulang kembali. Lagi-lagi Etha mengalami pendarahan. Bagi Etha, kejadian itu adalah sebuah teguran keras dari Tuhan. “Sejak itu, saya tidak berani melakukan itu. Jangankan melakukan. Bicara saja, saya udah takut,” ungkapnya. Jadilah, Etha kembali mencari uang dengan cara yang diperkenankan Tuhan.

DOA TAK KUNJUNG PUTUS
Hari berlalu. Ketujuh anak Robby tumbuh menjadi gadis dan perjaka. Mereka mewarisi keelokan fisik dari orang tuanya. Kerinduan pada sang ayah, tak kunjung pudar. Mereka masih setia, setiap hari berdoa pada Tuhan, mengharap sang papa kembali. Setahun, dua tahun, doa mereka seakan tak terjawab. Pada tahun kelima, salah seorang anaknya berkata, “Aduh Ma, ampun deh udah lima tahun gak balik juga.” Mereka mulai bosan. Tak kunjung mendapat jawaban dari Tuhan. Pada tahun kesembilan, enam dari tujuh anaknya “menyerah”. Mereka memperbolehkan Etha menikah lagi. Namun, Cilla, anak ketiganya melarang. “Jangan Ma. Mama tidak boleh menikah lagi. Jika mama kawin, papa gak bisa balik lagi. Masih ada aku yang duduk di kaki Tuhan. Tuhan pasti jawab doaku. Mama sabar ya,” ujar Cilla menguatkan sang mama.

PERTEMUAN MENGHARUKAN
Pada tahun kesepuluh, 1994, Ella si sulung berhasil menemukan “tempat perlarian” sang ayah. Ia lalu mengajak keenam adiknya ke ujung barat Pulau Jawa untuk bertemu Robby. Robby berdiri mematung. Di depannya ada tujuh anaknya yang kini tumbuh menjadi remaja. Cantik dan ganteng. Si sulung Ella (21) dan si bontot, Juan (11). Perasaan bersalah segera mendera Robby. “Adakah mereka marah, dendam dan benci padaku?”batin Robby penasaran. Namun, ah, lihatlah mata mereka. Mereka menatap Robby, ayah yang telah menelantarkan mereka selama 10 tahun, penuh kasih. Tak satupun keluar makian dari mulut mereka. Hanya satu permintaan mereka, “Papi pulang.” Pertemuan singkat itu menorehkan kerinduan mendalam pada hati Robby. Ia ingin kembali. Kerinduan yang mendalam itu akhirnya menjadi doanya. Ia sering menghabiskan malam di pinggir laut. Pikirannya selalu melayang ke keluarganya.

KEMBALI KE KELUARGA
Gelagat ini tercium oleh pasangan selingkuhannya. Ia tak rela Robby kembali ke keluarga. Maka, ia pun berusaha meneror Robby. “Saya mendengar ancaman, dia akan membuat saya cacat supaya tidak dapat kembali ke dunia film. Kalau sampai saya tinggalin dia maka saya akan diadukan ke polisi, dsb. Namun, semua itu sebenarnya malah meringankan langkah saya untuk segera meninggalkan dia,” kisah Robby pada Bahana di suatu pagi di Yogyakarta. Kerinduan Robby sudah tak tertahankan. Tahun ke-14, Januari 1998, ia menelpon Etha, berjanji akan kembali ke keluarga. Pada hari yang dijanjikan, ketujuh anaknya berkumpul di ruang tamu. Sambil menunggu Robby, mereka terus melantunkan pujian dan penyembahan pada Tuhan. Tepat jam 2 pagi, terdengar ketukan di pintu. Robby akhirnya pulang. Sama seperti saat meninggalkan keluarganya, Robby pun kembali ke keluarga dalam kondisi nol. Hanya ada uang Rp 60 ribu di dompetnya, dua celana jeans dan beberapa t-shirt. Semua kemewahan yang direguknya ditinggalkan begitu saja. Robby Sugara, si Big Five itu jadi pengangguran.

KELUARGA DIPULIHKAN
Untuk bertahan hidup, Robby sempat menjadi supir dan membantu Roy Marten mengurus cafe. Pada April 1998, Tuhan memberinya kesempatan untuk kembali ke sinetron. Di dalam keterbatasan itulah, justru keluarga Robby dipulihkan. Cinta kasih antara Robby dan Etha yang terkubur selama 14 tahun, Tuhan pulihkan. Kini, mereka bahkan seperti pengantin baru lagi. Belajar dari ketaatan anakanaknya, Robby kini men jadi pelayan Tuhan. Tahun 2005, ia tinggalkan dunia sinetron dan melayani Tuhan sepenuh waktu. Robby-Etha, pelayanan keliling Indonesia, bahkan luar negeri untuk menyaksikan kasih Tuhan dalam kehidupan mereka. Itulah kedahsyatan kasih Tuhan. Ia bisa mengubah sebuah kehancuran menjadi kemuliaan.